wHy LovE is HuRt mE

Why love is hurt me . . . what's that?? yeah this just an fiction that created by someone who's love bleach's caracters . . . and I just copy this that because I love this plot . .
Okaiii,, silahkan dinikmatii hhi . . .



-Diclaimer-Bleach : Tite Kubo
Kenapa cinta itu menyakitiku ?
Padahal aku telah mengorbankan apa pun untuknya . . . .

RuKia vRs ;
Semua menganggapku bahagia saat bersama Ichigo. Renji, Inoue, Nii-sama dan yang lainnya. Memang, aku bahagia. Tapi, semua hal yang di lakukan Ichigo adalah hal yang aku tak mengerti. Aku telah siap turun dari mobil saat Ichigo menarik tangannku.
"Tunggu sebentar," pintanya.
Aku mengangguk. Menunggu dia yang secara tiba-tiba merogoh tas dan mengeluarkan sebuah kotak musik.
"Kotak musik lagi? Berapa banyak sih, kotak musik yang kau miliki?" tanyaku bingung.
"Kau tak perlu bertanya macam-macam. Ambillah."Aku menatapnya secara bergantian, kotak musik lalu ke Ichigo lagi. Terus begitu sampai kebingunganku justru bertambah besar.Akhirnya, tanganku terulur dan mengambil kotak musik tersebut.
"Sampai jumpa, Ichigo. Aku mencintaimu". Ichigo hanya tersenyum saat aku mengatakan hal itu. Aku segera turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumah.Lagi-lagi sama seperti hari-hari lalu.Sesampainya di kamarku, aku segera melempar tas ke sembarang tempat lalu menghempaskan diri ke kasur.
Tangan mungilku masih menggenggam erat kotak musik pemberian Ichigo untuk hari ini.Setelah lama, aku bangkit dan berjalan ke rak. Di sana berjejer rapi semua kotak musik yang di berikan Ichigo selama ini padaku. Kemudian, kotak musik yang tadi berpindah ke salah satu barisan lain sejenisnya.Aku menghela napas panjang.Kenapa sih, Ichigo selalu seperti itu? Dari pertama kami menjadi sepasang kekasih, setiap hari dia memberiku kotak musik. Kotak musik, kotak musik dan kotak musik—sampai tak terhitung lagi jumlahnya.Dan anehnya lagi, dia tidak pernah berkata "aku mencintaimu" padaku. Selalu aku yang mengatakan itu padanya. Apa yang dia lakukan itu sangat salah—menurutku. Kenapa dia tidak pernah mengungkapkan rasa kasih sayangnya padaku? Tapi…apa aku yang sebenarnya salah?Argghhh. Aku jadi semakin bingung dengan keadaan ini.
Situasi sama kembali menyergapku. Saat Ichigo mengantarkanku pulang dan sekarang kami sudah sampai di depan rumahku.
"Ini."Barang itu lagi. Kotak musik."Ichigo, apa maksudmu dengan memberikanku kotak musik setiap hari?"Ichigo hanya memasang mimik wajah datar.
"Baiklah. Aku ambil. Sampai jumpa, aku mencintaimu." Aku menekankan di kata "ambil" lalu bisa di tebak—segera mengambil kotak musik itu, turun dari mobil dan berjalan masuk ke rumah.Kejadian ke berapa kali itu? Kesekian kali—yang aku tahu.Aku berpikir. Sebenarnya Ichigo mencintaiku tidak sih? Kenapa dia bersikap dingin saat bersamaku? Tapi terkadang dia bisa begitu perhatian.Aku benar-benar tidak mengerti dengan dia.Lalu, kembali ke topik awal. Kotak musik.Argghhh...
Aku masih bingung dengan hal yang berhubungan dengan Ichigo dan benda bersuara lembut itu.Kenapa dia selalu memberikan itu? Apa tidak ada hal lain seperti memberikan bunga atau hanya sekadar berkata "aku mencintaimu"?Situasi yang sama lagi.Ichigo menyikut tanganku sampai aku menoleh padanya dan tangannya yang mengulurkan benda itu lagi. Kotak musik.Aku kembali mengambilnya seperti biasanya.
"Sampai jumpa. Aku mencintaimu."Tidak ada respon sama sekali dari pria berambut orange itu.
"Ichigo, tolong, balaslah berkata "aku mencintaimu" kepadaku. Kenapa kau tidak pernah berkata seperti itu padaku?"
"Kalau kau tidak suka dengan sikapku, kau boleh pergi jauh dariku."
Apa??? Dia barusan berkata seperti itu padaku?"I-ichigo, aku tidak bermaksud seperti itu padamu!" seruku padanya.
"Maaf tapi cepatlah keluar, aku masih ada tugas les." Aku terdiam sejenak lalu menuruti maunya. Turun dari mobil dengan air mata yang siap menetes.Apa ini benar Ichigo yang dulu selalu tersenyum manis padaku?Apa sebenarnya aku saja yang selama ini salah menilai Ichigo?Tuhan, tolong beri aku jawabannya.Aku menatap jam. 08.10.Tidak terlalu malam.DRETT! Ponsel berwarna putihmilikkubergetar, tanda ada pesan masuk.
"Cepat keluar rumah dan temui aku di dekat lampu lalu lintas taman Karakura."Ichigo
Dahiku berkerut. Lalu menatap kalender. Benar juga, ini hari di mana kami telah 1 tahun menjadi sepasang kekasih.Segera aku mengenakan jaket dan keluar dari kamarku. Semoga di hari ini, Ichigo bisa sedikit berubah.Lampu lalu lintas taman Karakura …Aku menatapnya.
"Nggg… konbawa…."
"Hai Rukia. Tidak terasa kita sudah 1 tahun selalu bersama ya," ucap Ichigo lembut.
"Yah, begitulah." Tapi, mood milikku langsung berubah saat melihat benda itu lagi. Lagi-lagi kotak musik.
"Ini. Untukmu." Ichigo mengulurkan kotak musik yang ukurannya lebih besar dari biasanya."Aku tidak mau," ucapku pelan.Dahi Ichigo berkerut.
"Tidak mau?"
"Iya, aku tidakmau." Ichigo terdiam saat suaraku mulai berubah karena penekanan kalimat tersebut. Tapi, Ichigo dengan cepat meletakkan kotak musik itu di tanganku.
"Aku sudah bilang aku tidak mau!"
Aku reflek melempar kotak musik itu ke arah jalanan. Ichigo yang melihat itu segera berlari mengambil kotak musik itu—sebelum hancur berantakan.Tepat pada saat itu juga, sebuah truk melaju dengan kecepatan cepat dan akan menabrak Ichigo.
"Ichigo!" 
BRAKKKK!
 "ICHIGO!!!!"
Orang-orang dengan pakaian serba hitam mengikuti acara pemakaman Ichigo. Semuanya menampakkan ekspresi sedih. Bukan hanya keluarga Ichigo—ayahnya dan kedua adiknya, Yuzu dan Karin—yang menatap dengan mata beku peti matinya sampai akhirnya peti mati itu di kuburkan dalam-dalam. Bukan hanya Inoue yang tiba-tiba menangis setelah beberapa lama tersenyum terpaksa dan mencoba tegar melewati semuanya. Bukan hanya Renji yang mencoba untuk tetap menerima kepergian sahabatnya itu. Bukan hanya Toushiro yang lagi-lagi kehilangan orang yang di anggapnya berharga setelah Hinamori.Dan tentunya, bukan hanya aku yang sedari tadi meneteskan air mata tanpa henti sampai Nii-sama menatapku dengan pandangan cemas.Setelah pemakaman itu selesai, hujan sedikit demi sedikit mulai turun membasahi bumi dan segala isinya. Aku perlahan mulai mendekati peristirahatan terakhirnya dan mengusap pelan nisan berukirkan nama orang yang begitu aku cintai.
"Selamat jalan, Ichigo. Mimpilah yang indah di tempat sana."
Air mataku mengalir semakin deras. Sama dengan hujan yang tiba-tiba menjadi badai di temani tiupan angin kencang.
"Ayo, Rukia, kau bisa sakit kalau terlalu lama kehujanan seperti itu. Lebih baik kita segera pulang ke rumah," ujar Nii-sama.
Aku hanya bisa mengangguk sembari menyeka air mataku dengan tisu. 
Kamar Kuchiki Rukia …
 Aku menatap rak itu juga satu per satu kotak musik dengan warna coklat terang. Rasanya sedih kalau hanya mengingat bahwa kenanganku bersama Ichigo hanya mengalir melalui kotak musik itu.Aku hitung satu per satu kotak itu. "1…2…3…4…5…6…" terus begitu, "363… 364…."
Ya, ada sekitar 364 kotak musik di sana.Aku raih satu di antaranya dan tanpa pikir panjang, aku membuka kotak yang pastinya akan mengalirkan alunan lagu.Aku terdiam. Nyaris kaget dengan apa yang aku dengar.Lalu, aku raih kotak musik kedua. Lalu kotak musik keempat. Lalu kotak musik kelima dan seterusnya.Saat itu aku baru menyadarinya.Di setiap kotak musik itu melantun lagu cinta dari berbagai bahasa.Aku—yang tanpa pikir panjang pula, mengambil kotak musik yang paling besar di antaranya. Kotak musik ke 365 yang di selamatkan Ichigo untuk terakhir kalinya.Saat aku buka, bukan lagu lagi yang melantun.
"I LOVE YOU. I LOVE YOU. I LOVE YOU. I LOVE YOU. I LOVE YOU."
Terdengar suara boneka beruang yang bisa bersuara. Dan suara setelah itu yang paling aku rindukan.
"Rukia, tidak terasa bukan, kalau kita sudah saling mencintai selama 365 hari? Maaf selama ini kalau aku sering membuat kesal. Maaf juga kalau selama ini aku membuatmu bingung akan semua yang aku lakukan. Semua kotak musik dan semua lagu-lagunya adalah ungkapan hatiku padamu. Lalu, suara boneka beruang tadi adalah hal yang paling aku tidak bisa aku lakukan padamu, mengucapkan "aku mencintaimu". Kenapa? Karena aku malu."
Ucapan itu terhenti sejenak. Terdengar desahan napas di antaranya.
"Tapi, aku berjanji kalau kau menerima kotak musik terakhirku ini, aku akan berkata aku mencintaimu terus menerus sampai aku mati."
Air mata Rukia menetes. Tidak menyangka dengan kenyataan yang sebenarnya.Bahwa Ichigo begitu menyayanginya.Bahwa Ichigo begitu mencintainya."Maafkan aku Ichigo. Aku yang selama ini salah menilaimu. Aku yang selama ini terlalu egois padamu, menuntut kasih sayang lebih yang padahal telah kau perlihatkan lewat semua ini. Maafkan aku Ichigo. Maafkan aku.

"Di manakah aku harus berlari? Saat orang yang bisa menghentikan tangisku, Adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku menangis . . . . "


IchIgo vRs ;
Apakah kau tahu bagaimana rasanya menjadi hantu yang tak ingin meninggalkan dunia?
Apakah kau tahu bagaimana rasanya melihat orang yang kita cintai melihat pemakaman kita dengan pandangan kosong dan tangis yang tak kunjung berhenti?
Rasanya sakit.
Rasanya perih.
Bagaimana aku bisa mati?
Aku masih mengingatnya. Kenangan terakhirku itu seperti di putar ulang kembali di benakku. Membuatku merasakan getaran hebat di dalam jiwa.
Dulu semasa aku hidup, aku mempunyai kekasih, namanya Kuchiki Rukia. Saat itu hanya dia yang memberi perhatian lebih padaku, selalu mengucapkan "aku mencintaimu" setiap kami bertemu dan selalu tersenyum. Tapi, aku hanya bisa diam dan memberitahukan rasa cintaku melalui kotak musik yang setiap hari aku berikan padanya.
Di dalam kotak musik itu mengalir lagu cinta dalam berbagai bahasa. Mau itu lagu kesukaanku atau lagu kesukaannya. Satu lagu mewakilkan satu kotak musim dan satu keping cintaku untuknya.
Kenapa aku repot-repot melakukan hal itu? Karena aku terlalu malu, gugup, apalah itu untuk menyatakan itu sendiri menggunakan mulutku dan kata-kataku.
Tapi, dia tidak menyadari pengungkapan cintaku itu. Terbukti dari pertanyaannya yang sama setiap hari.
"Kotak musik lagi? Berapa banyak sih, kotak musik yang kau miliki?"
"Ichigo, apa maksudmu dengan memberikanku kotak musik setiap hari?"
Lalu, permintaan itu pula yang selalu tergiang di kepalaku.
"Ichigo, tolong, balaslah berkata "aku mencintaimu" kepadaku. Kenapa kau tidak pernah berkata seperti itu padaku?"
Entah kenapa, hatiku tergerak dan luluh melihat tatapannya saat itu. Tapi aku—dengan bodohnya, justru berkata dingin, "Kalau kau tidak suka dengan sikapku, kau boleh pergi jauh dariku."
Bodoh. Bodoh. Bodoh.
Aku berpikir, lebih baik Rukia mengetahui itu sendiri, tanpa perlu aku memberitahukan yang sejujurnya kepadanya. Tapi dengan keputusanku itu, semua justru memburuk. Aku bahkan hampir membuatnya menangis ketika mendengar perkataan dinginku itu!
Tuhan, apa yang harus aku lakukan?
Kalau kau dengar jeritan hatiku ini, bisakah kau bantu aku Tuhan? Tolong, aku tidak bisa menghadapi ini sendirian.
Hari ini tepat setahun aku dan Rukia menjadi sepasang kekasih. Aku sudah menyiapkan satu hadiah special untuknya.
Satu buah kotak musik yang berukuran lebih besar dari biasanya.
Isinya bukan lagi lagu melainkan sebuah rekaman suaraku sendiri.
Entah kenapa, aku bertekad, kalau Rukia menerima kotak musikku kali ini maka aku akan berkata aku mencintaimu terus menerus sampai aku mati.
Tapi, di sana aku harus menerima kenyataan berikutnya—termasuk kenyataan terburuk yaitu Rukia tidak mau mengambil kotak musik tersebut.
"Nggg… konbawa…." Tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku saat aku menerawang ke seluruh penjuru Taman Karakura dan lampu lalu lalu lintas yang terus-menerus berubah warna.
"Hai Rukia. Tidak terasa kita sudah 1 tahun selalu bersama ya," ucapku lembut.
"Yah, begitulah."
"Ini. Untukmu." Aku mengulurkan kotak musik yang ukurannya lebih besar dari biasanya.
Tapi, bisa di lihat, Rukia memandang kotak musik itu dengan pandangan tidak suka. Tidak, apa ini akan menjadi kenyataan terburuk?
"Aku tidak mau," ucapnya pelan.
Dahiku berkerut. "Tidak mau?"
"Iya, aku tidak mau."
Aku terdiam saat suara Rukia mulai berubah karena penekanan kalimat tersebut. Tapi, aku dengan cepat meletakkan kotak musik itu di tangannya.
"Aku sudah bilang aku tidak mau!" Rukia reflek melempar kotak musik itu ke arah jalanan.
Aku yang melihat itu segera berlari mengambil kotak musik itu—sebelum hancur berantakan.
Tepat pada saat itu juga, sebuah truk melaju dengan kecepatan cepat dan akan menabrakku.
"Ichigo!"
Tapi, aku tidak peduli. Aku segera menangkap kotak musik itu dan memeluknya. Aku benar-benar tidak ingin keping cinta terakhirku ini hancur tak berbekas. Aku ingin Rukia tahu seberapa besar aku mencintainya selama ini.
BRAKKKK!
"ICHIGO!"
Saat itu juga, aku menutup mataku dan tak berusaha membukanya lagi. Semuanya berubah gelap.
Pemakaman. Ya, aku tidak salah mengucapkannya, ini adalah suasana pemakamanku. Semua orang memakai baju hitam dan saling berdoa. Aku melihat dari dekat. Semuanya menampakkan ekspresi sedih. Ayah, Karin, Yuzu, Inoue, Renji, Toushiro. Bahkan, Rukia terus menangis selama pemakaman.
Sungguh, aku tidak tega melihat wajahnya saat itu.
Setelah pemakaman telah selesai, hujan sedikit demi sedikit mulai turun membasahi bumi dan segala isinya. Aku melihat Rukia mulai mendekati makamku lalu mengusap dengan pelan nisannya.
"Selamat jalan, Ichigo. Mimpilah yang indah di tempat sana."
Aku tertegun. Air mata Rukia semakin deras. Begitu juga dengan hujan yang tiba-tiba saja menjadi badai.
"Rukia…" panggilku lalu berusaha untuk menyentuhnya.
Tapi, tanganku menembus tubuhnya. Aku mencoba kembali, tapi tidak berhasil. Tidak mungkin, ini tidak mungkin!
"Rukia, aku di sini!" seruku tapi dia tidak bergeming.
"Ayo, Rukia, kau bisa sakit kalau terlalu lama kehujanan seperti itu. Lebih baik kita segera pulang ke rumah," ujar Byakuya.
Rukia mengangguk lalu menghapus air matanya dengan tisu. Kemudian dia berdiri.
"Rukia, kau harus tahu, aku di sini!" seruku kembali. Aku berusaha memeluknya namun tembus. Aku melewatinya.
Kemudian dia berjalan pergi bersama Byakuya.
"Rukia! Rukia! Dengarkan aku, aku di sini! RUKIAAAAAAAAAA!" teriakanku menggelegar di bawah hujan.
Malam itu di kamar Rukia, aku duduk di atas kasurnya. Beginilah menjadi orang yang telah meninggal namun arwahmu tidak pergi dari dunia, melainkan semakin berkeliling di kotanya sendiri.
Aku melihat Rukia sibuk menghitung kotak musik pemberianku satu per satu dengan wajah sedih dan tatapan beku.
"364," katanya. Ya, ada 364 kotak musik di sana.
Ia kemudian mengambil satu di antaranya dan mulai mendengarkan lagu yang di putarkan. Kemudian, matanya membesar, tangannya mengambil kotak musik kedua, keempat dan seterusnya.
Aku mengerti. Dia baru menyadarinya. Dia baru mengerti arti keping cintaku itu.
Lalu, Rukia mengambil kotak musik yang terbesar dan ke-365, kotak musik yang aku lindungi saat kecelakaan. Kotak musik yang tidak mengalami lecet sekali pun.
Lalu, saat di buka…
"I LOVE YOU. I LOVE YOU. I LOVE YOU. I LOVE YOU. I LOVE YOU."
Terdengar suara boneka beruang yang bisa bersuara. Dan suara setelah itu adalah suaraku.
"Rukia, tidak terasa bukan, kalau kita sudah saling mencintai selama 365 hari? Maaf selama ini kalau aku sering membuat kesal. Maaf juga kalau selama ini aku membuatmu bingung akan semua yang aku lakukan. Semua kotak musik dan semua lagu-lagunya adalah ungkapan hatiku padamu. Lalu, suara boneka beruang tadi adalah hal yang paling aku tidak bisa aku lakukan padamu, mengucapkan "aku mencintaimu". Kenapa? Karena aku malu."
Kemudian, aku mendengar desahan napasku sendiri.
"Tapi, aku berjanji kalau kau menerima kotak musik terakhirku ini, aku akan berkata aku mencintaimu terus menerus sampai aku mati."
Aku rasanya ingin menangis. Bahkan di saat terakhir aku hidup, aku tidak sempat untuk mengucapkan "aku mencintaimu" untuk yang terakhir kalinya.
Rukia menangis dan memeluk kotak musik itu erat-erat.
"Maafkan aku Ichigo. Aku yang selama ini salah menilaimu. Aku yang selama ini terlalu egois padamu, menuntut kasih sayang lebih yang padahal telah kau perlihatkan lewat semua ini. Maafkan aku Ichigo. Maafkan aku."
Aku merasakan air mataku menetes. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku yang hanya sekadar arwah sekarang masih bisa menitikkan air mata.
"Rukia… aku di sini… apa kau tidak bisa merasakan keberadaanku di sini?" tanyaku parau. Tanganku berusaha mengusap air matanya namun tanganku menembus kembali.
"Kau sudah siap, Kurosaki Ichigo?" aku terlonjak kaget lalu berpaling. Di belakang, sesosok pria dengan kimono hitam dan sebuah katana sedang memandangku.
"Siap untuk apa?" tanyaku.
"Untuk pergi dari dunia ini. Tempatmu bukan di sini, melainkan Soul Society, tempat para arwah yang telah meninggal dunia," jawabnya.
"Siapa kau?" tanyaku lagi.
"Kau tahu bukan, apa yang di sebut shinigami?"
Ya tentu aku tahu, diakah shinigami? Sang dewa kematian?
Aku mengangguk. "Baiklah, aku siap. Tapi boleh beri aku waktu sebentar?" tanyaku.
Shinigami itu mengangguk. Lalu, aku segera berpaling ke Rukia mendekatinya lalu berusaha untuk meraih tangannya—walau kembali tembus. "Rukia, maafkan aku, aku tidak pernah mengatakan sejujurnya padamu," bisikku, "Aku memang bodoh, aku akui itu, tapi kau harus tahu aku tidak pernah ingin pergi darimu."
"Sayonara Rukia, aku akan merindukanmu. Jaga dirimu baik-baik."
Aku berpaling meninggalkan Rukia. Berusaha tegar dan melepas dirinya, semoga Rukia mendapatkan seseorang yang bisa menggantikanku dan membuatnya bahagia kembali.
"Bisa kita mulai sekarang?" tanya sang shinigami.
Aku mengangguk kembali, sama seperti sebelumnya. "Ya, tapi bolehkan aku tahu namamu?"
Shinigami itu tersenyum. "Namaku Kaien Shiba."
"Oh, semoga kita bisa bertemu kembali nanti, Kaien Shiba," Yang aku ingat, itulah kalimat terakhir yang keluar dari mulutku.
Selamat tinggal cintaku.
Mungkin sekarang ini, bukan bersamakulah kau bahagia.
Terima kasih untuk semuanya.
Terima kasih karena telah beri warna yang berarti bagiku, dan hidupku.
Aku mungkin akan rindu pada mata violetmu.
Aku mungkin akan rindu pada senyumanmu.
Karena memang benar, aku akan benar-benar merindukanmu Rukia.
= Kurosaki Ichigo =

by www.FunFiction.net


Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLL abOut dReam High . . .

aLL abouT gO;aUdiO

Bagaimana seandainya Saya mengikat kucing seberat 5 pon pada 150 balon Helium?? Apakah ia akan melayang?????